Genderang persaingan kontestan capres dan cawapres sudah ditabuh KPU. Saatnya rakyat Indonesia meminang-minang siapa yang akan dipilih nantinya. Memilih pemimpin adalah salah satu sarana mewujudkan kehidupan berbangsa dan bertanah air yang baik dan sejahtera. Sebab, dengan kita memilih pemimpin yang baik dan merakyat akan terwujud kehidupan yang berimbang. Tidak ada jarak antara pemimpin dan rakyatnya, hanya tugas dan kewenangan sajalah yang memisahkannya.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau tahu kondisi dan keadaan masyarakatnya. Mereka mau “blusukan” dan menengok apa yang rakyat butuhkan. Sehingga rakyatnya tidak takut menyampaikan aspirasinya kepada mereka. Rakyat akan sungkan, malu dan takut apabila pemimpinnya hanya duduk, tanda tangan dan berpidato di depan atau di dalam gedungnya.
“Blusukan” adalah salah satu cara ampuh untuk lebih dekat dengan rakyatnya dan mendengarkan keluh kesah rakyatnya. Cara ini sudah pernah diterapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. Banyak kisah “blusukan” beliau yang diterangkan dalam kitab-kitab kuning. Diantaranya :
“Suatu hari Khalifah Umar sedang “blusukan” di salah satu perkampungan, tak diduga beliau mendengar tangisan anak-anak kecil yang sedang kelaparan dari salah satu rumah. Dengan bergegas beliau menghampiri rumah tersebut dan menanyakan kepada ibu mereka, “Wahai ibu, kenapa anak-anakmu menangis seperti ini?” tanya Umar. Sang ibu menjawab, “Kami selama beberapa hari belum makan”. Umar bertanya lagi, “Apa yang engkau masak itu” sambil menunjuk sesuatu di dalam penanak makanan, “Saya hanya memasak air sebagai pelipur kelaparan mereka, apabila mereka sudah capai menangis, mereka akan tertidur dengan sendirinya” jawab ibu tadi. Ibu tadi melanjutkan bicaranya, “Saya heran kepada pemimpin negeri ini, kami yang miskin ini tidak pernah dikunjungi dan tidak pernah diberi kesejahteraan” gumam ibu tersebut. Khalifah Umar pun hanya terdiam dan langsung bergegas pergi ke Baitul Mal (gudang makanan). Khalifah Umar lalu mengambil sekarung gandum dengan digendong sendiri olehnya, salah satu pengawalnya bertanya, “Ya Amirul Mukminin, ijinkan saya membantumu membawakan karung tersebut?”. “Apakah engkau kuat menanggung dosa-dosaku kelak di hari Kiamat sebagai pemimpin umat” jawab Umar, pengawalnya pun terdiam. Setelah sampai di rumah tersebut, si ibu sangat senang bukan kepalang sambil berucap, “Engkau lebih peduli daripada pemimpin negeri ini, siapakah engkau wahai pemuda?”, Khalifah Umar pun menjawab, “Saya adalah Umar yang kurang peduli pada rakyatnya dan barusan engkau terangkan sikapnya tadi”. Si ibu itu pun kaget dan langsung meminta maaf kepada Khalifah Umar bin Khattab.”
Kisah di atas adalah cermin pemimpin yang tahu betul bagaimana seharusnya seorang pemimpin. Pemimpin hebat bukan karena fisik, orasi dan namanya hebat. Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mau melihat penderitaan rakyat dan mendengarkan keluh kesah rakyat. Rakyat tidak menginginkan pemimpin yang hanya ngomong dan berorasi di luar maupun dalam gedung. Rakyat ingin pemimpin yang mau dekat dengan mereka dan mau mendengarkan rintihan mereka.
Allahu A’lamu bi Muradih
al-Faqier ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
21-05-14, Kaliwungu Kota Santri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar