Selasa, 19 Agustus 2014

Hukum Menggelengkan Kepala Ketika Berdzikir




Lazim kita melihat dalam berbagai kesempatan baik dalam tahlil, wirid, atau pun acara lain orang-orang menggeleng-gelengkan kepala ketika berdzikir. Ternyata setelah dipertanyakan asal-usul gerakan tersebut, jarang sekali yang dapat menerangkan. Jangan-jangan hal itu merupakan pengaruh tradisi Yahudi?
Atau memang murni ajaran Rasulullah saw. mengingat belum ditemukan hadits yang menerangkan hal itu. Hanya saja sebagian masyarakat mengakui bahwa gerakan itu mempermudah konsentrasi dalam berdzikir. Tentunya hal ini sangat bernilai positif. Akan tetapi bila dipertanyakan apakah gerakan itu sunnah, atau makruh atau apapun hukumnya?  maka hal yang positif tidak selamanya sejalan dengan hukum syari’ah.
Namun demikian, guna mendapatkan informasi mengenai hukum menggeleng-gelengkan kepala dalam berdzikir, patut kiranya menelusuri terlebih dahulu apa itu dzikir.
Dalam QS. al-Baqarah ayat 152 Allah memerintahkan kepada makhluk-Nya untuk senantiasa mengingat-Nya.
فاذكرونى اذكركم...
“Ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu”
Artinya dzikir adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk mengingat Allah swt. sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam konteks “ingat kepada Allah” ini, umat Islam tidak pernah lepas dari tiga hal: doa, wirid dan zikir. Doa adalah permintaan atau permohonan sesuatu kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Wirid merupakan bacaan tertentu untuk mendapatkan aliran berkah dari Allah. Sedangkan zikir adalah segala gerak-gerik dan aktivitas yang berobsesi pada kedekatan atau taqarrubkepada Allah. Melafadzkan atau mengucapkan kata-kata tertentu yang mengandung unsur ingat kepada Allah, juga termasuk zikir. Zikir sangat penting karena dalam pandangan kesufian, ia merupakan langkah pertama cinta kepada Allah.
Ada dua macam zikir atau ingat kepada Allah:
Pertama, dzikr bil-lisan, yaitu mengucapkan sejumlah lafadz yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat Allah. Zikir dengan pola ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya, berzikir di masjid sehabis shalat wajib.
Kedua, dzikr bil-qalb, yaitu keterjagaan hati untuk selalu mengingat Allah. Zikir ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, tidak ada batasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan dzikr bil-qalb ini, karena implikasinya yang hakiki. Meskipun demikian, sang dzakir (seseorang yang berzikir) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu berzikir dengan lisan sekaligus dengan hatinya.
Dengan demikian, orientasi zikir adalah pada penataan hati atau qalb. Qalb memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena baik dan buruknya aktivitas manusia sangat bergantung kepada kondisi qalb.
Oleh karena itulah, semulia-mulia makhluk adalah mereka yang senantiasa berdzikir mengingat Sang Pencipta. Dalam QS. Ali Imran ayat 191 diterangkan bahwa:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Ayat di atas juga dapat digunakan sebagai petunjuk bahwasannya berdzikir kepada Allah swt. sangat dianjurkan dalam berbagai kesempatan dan kondisi. Tidak hanya ketika khusyu’, berdiam diri (tuma’ninah) tetapi juga ketika beraktifitas, qiyaman wa qu’udanbaik berdiri maupun duduk, bahkan juga ketika berbaring wa a’la junubihim. Apalagi hanya sekedar menggeleng-gelengkan kepala, selagi hal itu memiliki pengaruh yang positif maka hukumnya boleh-boleh saja. bahkan disunnahkan. Hal inilah yang diinformasikan oleh kitab Fatawal Khalili ala Madzhabil Imamis Syafi’i:
... علمت أن الحركة فى الذكر والقرأة ليست محرمة ولا مكروهة بل هي مطلوبة فى جملة أحوال الذاكرين من قيام وقعود وجنوب وحركة وسكون وسفر وحضر وغني وفقر ...
… saya jadi mengerti bahwasannya menggerakkan (anggota badan) ketika berdzikir maupun membaca (al-qur’an)  bukanlah sesuatu yang haram ataupun makruh. Akan tetapi sangat dianjurkan dalam semua kondisi baik ketika berdiri, duduk, berbaring, bergerak, diam, dalam perjalanan, di rumah, ketika kaya, ataupun ketika faqir…  
Dengan demikian teringat kita dengan tarian sufi yang dinisbatkan kepada Imam Jalaluddin ar-Rumi. Bagaimana dzikir juga diapresiasikan dalam seni tari.


Saifurroyya
Sumber : www.nu.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar